Patah Hati di Alhambra,

Bus ALSA dari Stasiun Bus Cordoba ke Granada berjalan dengan menempuh perjalanan 2 jam. Sepanjang jalan terlihat hamparan pohon zaitun yang merupakan salah satu hasil perkebunan terbesar di Spanyol Selatan. Diantara rimbunnya pohon zaitun satu dua kota kecil akan kita temui sepanjang perjalanan. Yang menarik dari kota-kota ini sebagian besar selalu memiliki benteng islam yang berada diatas bukit. Namun tentunya benteng muslim itu sekarang punya teman baru didalamnya, sebuah bangunan yang menunjukan penaklukan kota-kota islam di Andalusia.

IMG_3472
Nasrid Palace dari kejauhan.

Stasiun bus granada ternyata terletak jauh di luar pusat kota. Saya bingung harus kemana karena semua petunjuk berbahasa Spanyol. Seperti biasa bertanya ke warga lokal sangat memeras jiwa dan raga karena mereka tidak bisa berbahasa Inggris. Petunjuk di papan jalur bus pun hanya bisa memenuhi 30% pemahaman tentang where to go and what to ride.

Akhirnya dengan random saya naik bus jurusan entah kemana. Saya bilang ke supirnya : “Centro? Yes?”. Lalu dia menjawab panjang lebar dengan bahasa Spanyol. Lalu saya iya-iya-kan saja. Yang oke adalah fakta bahwa saya memiliki kartu GSM Tri yang berfungsi maksimal seperti di UK. Jadi semua perjalanan bisa saya track via GoogleMap. Teknologi. Ketika bus berjalan saya pantau dengan seksama menuju kemana kendaraan ini bergerak. Setelah beberapa stop, supir bus ini ternyata cukup baik karena  dia mengantar saya menuju connection bus. Dan tiba-tiba saja saya sudah sangat dekat dengan Al-Hambra. Ya, Al-Hambra, monumen terakhir kejayaan Islam di Spanyol.

Berjalan menuju Al-Hambra butuh perjuangan mendaki bukit kalau kita menolak untuk menggunakan angkutan berbayar naik ke gerbang utama masuk lokasi wisata. Seperti halnya istana-istana atau kebanyakan benteng di masa lalu, bukit dijadikan lokasi paling top untuk melihat secara luas kondisi kota atau apabila ada serangan dari musuh tentunya effort yang dibutuhkan oleh pihak lawan harus ekstra untuk menanjak naik ke atas. Saya kurang beruntung karena tiket untuk masuk Nasrid Palace sudah habis, sehingga hanya bisa masuk ke Generalife (baca: Jheneral-life) atau nama aslinya Jannat Al-Arif, sebuah taman indah yang berlokasi sedikit di atas Nasrid Palace.

Membayangkan tempat ini beberapa ratus tahun yang lalu.

Saya mulai sedikit paham tentang konsep arsitektur islam belakangan, dimana para seniman harus membuang segala bentuk makhluk hidup didalam dekorasinya, sehingga tulisan kaligrafi dan geometri adalah pilihan yang paling tepat. Di Generalife segala bentuk kaligrafi yang sangat cantik menghiasi dinding-dinding dan pilar taman. Bacaan La illaha-ilAllah tertulis dimana-mana, tidak terganggu oleh ornamen baru seperti yang saya lihat di Masjid Cordoba. Saya sempat diem aja, sambil mencoba merasakan apa yang terjadi disini beberapa abad yang lalu.. Termenung.. Membayangkan bagaimana Isabella II dan Ferdinand masuk kesini pada 1492 dan mengasingkan Sultan Muhammad XII ke Alpujarras. Dari atas sini kita juga bisa melihat Albaicin, kota lama yang indah dengan dominasi dinding berwarna putih. Ah.. ya.. Tempat ini memang cocok banget dijadikan tempat istirahat di musim semi atau panas. Air mengalir dari pancuran-pancuran yang berhiaskan pohon jeruk.

IMG_3542

IMG_3513
Kaligrafi yang luar biasa indah nyaris di semua dinding Generalife.

Di Granada saya pun sempat mengunjungi satu-satunya sekolah Islam yang masih berfungsi sebagai lembaga pendidikan dibawah Universitas Granada, namanya Madraza de Granada atau kita kenal sebagai Madrasah yang dibangun oleh Sultan Yusuf I pada tahun 1349. Pada awalnya madrasah ini seperti pada umumnya madrasah di Indonesia dibangun sebagai sekolah agama. Namun seiring dengan pengambilalihan Granada oleh Isabella II dan Ferdinand fungsinya berubah Jadi bangunan ini dahulunya sempat difungsikan sebagai balaikota hingga rumah pribadi. Disini ada yang spesial, sebuah mihrab dan mosaic kaligrafi islam. Mosaic ini sangat well-preserved karena sempat tertutup plester beberapa ratus tahun. Di lantai dua terdapat ruangan yang penuh dengan kombinasi arsitektur Mudejar yang merupakan gabungan antara arsitektur islam dan kristen. Biasanya ditandai dengan geometri namun terkadang muncul gambar-gambar makhluk hidup diantaranya.

IMG_3517
Pemandangan Albaicin dari Generalife.

Sebenarnya disebelah madrasah ada Masjid Granada. Namun yang sangat menyesakkan adalah kita sudah tidak bisa lagi melihat masjid Granada di kota ini. Setelah reconquista, Isabella dan Ferdinand meratakan masjid di kota ini lalu membangun kathedral Granada yang sangat besar dengan gaya gothic. Didekat sini ada makam Ferdinand dan Isabella II, seakan mau berkata bahwa dia sudah berhasil mengusir seluruh kekuasaan kaum muslim di Spanyol.

Yang paling menyedihkan sebenarnya adalah kisah Sultan Muhammad XII yang kemudian setelah diasingkan ke Alpujarras bersama ibunya, memutuskan untuk meminta bantuan Dinasti Marinids di Maroko. Berdasarkan beberapa literatur saya temukan surat yang sangat menyedihkan dari sultan terakhir Granada ketika dia meminta izin masuk kekuasaan Marinids.

The lord of Castile has proposed for us a respectable residence and has given us assurances of safety to which he pledged by his own handwriting, enough to convince the souls. But we, as descendants of Banu al-Ahmar, didn’t settle for this and our faith in God does not permit us to reside under the protection of disbelief.We also received from the east many letters full of goodwill, inviting us to come to their lands and offering the best of advantages. But we cannot choose other than our home and the home of our forefathers, we can only accept the protection of our relatives, not because of opportunism but to confirm the brotherhood relationship between us and to fulfill the testament of our forefathers, that tells us not to seek any help other that of the Marinids and not to let anything obstruct us from going to you. So we traversed the vast lands and sailed the tumultuous sea and we hope that we would not be returned and that our eyes will be satisfied and our hurt and grievous souls will be healed from this great pain..

Akhirnya dia menetap di Fez dan meninggal disana. Dikatakan bahwa keturunan Sultan Muhammad XII ditemukan dalam kondisi miskin pada tahun 1618 dan hidup dari zakat. Sedih banget kalau mendengar cerita-cerita kayak gini.

Anyway, saya tidak menghabiskan terlalu banyak waktu di Granada karena tujuan utama hanya menyaksikan sendiri Al-Hambra yang cantik tapi penuh dengan cerita sedih. Menyaksikan sendiri semua yang saya baca membuat semuanya menjadi lebih real. Perjalanan pulang dari Granada ke Cordoba sebenarnya lebih menyesakkan, matahari tenggelam menerpa bukit-bukit dan pohon zaitun dengan warnanya yang keemasan. Lalu seharusnya pada jam-jam segini muadzin sudah bersiap-siap masuk ke masjid dan mengumandangkan adzan. Terbayang bagaimana perasaan muadzin pada saat itu di Granada mengetahui bahwa mulai besok dia tidak akan dapat melantunkan panggilan shalat karena masjidnya harus diratakan.

Diterbitkan oleh lost in science

ya begitulah..

9 tanggapan untuk “Patah Hati di Alhambra,

  1. Gun lo menuliskan ini dengan penuh kesedihan. Bagi gw istana ini dan generalife adalah istana terindah di Eropa. Terasa lebih hangat dan dekat di hati.

    Suka

    1. Iya win.. haha kebawa suasana bacaan sebelum berangkat.. haha.. Tapi memang ini istana paling indah se-Eropa raya sih setuju!

      Suka

  2. Kaligrafi yang sangat indah dan mengagumkan :)). Saya baru pertama ini melihat Andalusia secara nyata, biasanya cuma dengar-dengar saja. Dulu pun waktu film 99 Cahaya itu booming, saya tak sempat menonton :haha.

    Ah, kisah penaklukan dan perang memang tak pernah membawa bahagia bagi dua pihak yang bertikai. Yang tinggal cuma saksi bisu, keindahan berhadap sunyi dengan kenangan beratus tahun yang mulai terkikis sepi.

    Suka

    1. Karena belum baca dan nonton 99 cahaya di langit Eropa, pas saya kesini juga ditanya sama temen “Mau mengikuti jejak anaknya Amien Rais ya?” :))).

      Disukai oleh 1 orang

      1. Sudah saya duga :haha. Memang begitu boomingnya film itu sampai-sampai asosiasi Andalusia di Indonesia sudah jadi “setting novel dan film 99 Cahaya”.

        Suka

Tinggalkan komentar